Hello friends, perkenalkan saya Bayu, lengkapnya Muhammad Bayu Aditya. Saya adalah mahasiswa Departemen Antropologi di Universitas Sumatera Utara. Ini adalah tulisan pertama saya di dunia blogger. hehehehe. Jadi, maaf - maaf kalau bahasanya kurang komunikatif dan berantakan yaaaa. hahahaha. Ini untuk mengisi waktu kosong saya ketika libur semester gini. yaaaa coba - coba aja buat blog. hehehe. Saya ingin berbagi informasi ni bagi friend - friend yang melihat postingan ini.
Sumatera Utara adalah provinsi yang memiliki bermacam suku, sedikitnya ada 8 suku yang sangat dikenal, diantaranya adalah Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Dairi, Mandailing, Nias, dan Angkola. Batak adalah suku yang kekerabatannya sangat tinggi, makanya tidak sedikit suku - suku yang lain juga dibubuhkan nama "Batak" di depan nama sukunya, contohnya adalah Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing. Lokasi dari tiap suku ini tetap berada di geografisnya, hanya saja nama sukunya saja yang dibubuhkan nama "Batak" di depannya. Seperti yang saya katakan tadi, suku Batak memiliki kekerabatan yang kuat. Namun sekarang saya tidak membahas hal itu, yang saya ingin bahas adalah mengenai suku Melayu di Privinsi Sumatera Utara ini, terutama Suku Melayu Deli.
Seluruh Kota Medan dahulunya adalah daerah kekuasaan Kerajaan Melayu Deli. Daerah kekuasaan Kerajaan Melayu Deli ini meliputi Seluruh Kota Medan dan Kota Tebing Tinggi, sebagian Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Namun saat ini kebanyakan orang jika mendengar "Kota Medan" pasti yang langsung terlintas di benaknya adalah Suku Batak. Tidak ada yang salah sih dengan asumsi ini, karena pada saat ini Suku Melayu sudah sangat sedikit yang tinggal di Pusat Kota Medan, dan itupun mereka tidak tinggal berkelompok, mereka bertinggal dengan menyebar, dan melebur dengan kelompok lain.
Kerajaan Melayu Deli memiliki bangunan yang saat ini menjadi ikon Kota Medan, yaitu Istana Maimun. Bangunan ini didirikan oleh Kesulthanan Deli IX, Sulthan Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Saya akan membahas Istana Maimun ini, dan ini adalah hasil penelitian dengan metode wawancara dan pengamatan saya pada saat Tugas Akhir Semester saya kemarin.
Istana Maimun adalah salah satu
bangunan yang berciri khaskan Melayu di Kota Medan. Bangunan ini berlokasikan
di Jalan Brig. Jend. Katamso Medan. Istana ini dibangun dengan 2(dua) lantai,
yang masing – masing tingkatan lantainya memiliki fungsi masing – masing.
Tempat berlangsungnya pemerintahan Kesulthanan berada di lantai atas, sementara
lantai bawah Istana digu nakan
untuk tempat tinggal para kerabat dan keluarga Istana. Istana ini berada
ditengah – tengah tanah datar kira – kira seluas 5 Ha. Sisi sebelah depan
Istana adalah lapangan halaman yang luas, yang luasnya mampu menampung banyak
orang apabila diselenggarakannya acara – acara. Di sisi sebelah kanan Istana
terdapat banyak kios – kios yang menjualkan berbagai pernak pernik dan
assesoris yang berkaitan dengan Melayu. Di sisi sebelah kiri Istana terdapat
halaman yang menjualkan berbagai macam tanaman. Selain di lantai bawah Istana,
sisi belakang Istana juga digunakan sebagai tempat tinggal para keluarga dan
kerabat Istana.
Begitu memasuki lantai atas Istana,
pengunjung akan disambut dengan dendangan musik melayu yang dimainkan oleh para
pemusik Istana yang duduk di sisi kanan pintu masuk ke dalam Istana, di teras
Istana. Banyak pengunjung juga penugnjung yang duduk – duduk di teras Istana
ini, sambil bercengkrama dengan pemandu Istana, dan menikmati setiap alunan
musik Melayu yang didendangkan. Tak jarang para pengunjung tersenyum ria dan
ikut bernyanyi dengan lembut mengikuti alunan lagu Melayu. Sebelum memasuki
Istana, para pengunjung diharuskan membayar uang kontribusi sebesar Rp.
5.000,-.
Setiap pengunjung yang datangnya
berkelompok yang datang berkunjung ke
Istana Maimun ini akan disambut oleh seorang pria yang berpakaian rapi yang
telah siap untuk memandu para pengunjung Istana. Kebetulan ketika kami
melakukan penelitian ini, Pemandu kami adalah Pak Tengku Moharsyah Nazmi Nazmi.
Beliau adalah keturunan Kesulthanan Melayu Deli asli yang sampai saat ini masih
tinggal di rumah di belakang Istana. Namun saat kami sampai di Istana, Pak Nazmi
tidak ada di Istana, beliau masih dalam pekerjaannya yang lain. Dari informasi
yang kami dapat, kami bisa menemui Pak Nazmi sekitar 30 menit lagi. Untuk
mengisi kekosongan waktu ini, kami melihat – lihat seisi Istana dan mengikuti
kelompok – kelompok pengunjung yang berkunjung di Istana.
Ruangan pertama yang akan
pengunjung masuki di Istana adalah ruangan yang terdapat bagan penyebaran wilayah Kesulthanan Melayu
Deli, dan 2 buah kursi yang konon katanya kursi tersebut adalah peninggalan
para Sulthan – Sulthan Melayu Deli. Dilokasi ini pemandu Istana akan
menjelaskan bagaimana penyebaran Kesulthanan Melayu Deli. Setelah dari sini,
pemandu Istana akan membawa para pengunjung ke ruangan tengah Istana
(Balairoom). Di ruangan tengah Istana ini terdapat foto – foto para Sulthan –
Sulthan Kesulthanan Melayu Deli dan Istri Sulthan yang terdahulu sampai yang
sekarang. Di balairoom ini pemandu menjelaskan siapa – siapa saja nama dari
para Sulthan terdahulu. Disini para pengunjung akan dibawa berdiri di depan
foto yang cukup besar, yang foto tersebut merupakan foto dari Sulthan Deli yang
sekarang (Sulthan Deli XIV), yaitu Sulthan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam.
Disini, penugnjung akan diceritakan oleh pemandu Istana bagaimana saat
mangkatnya Sulthan Deli ke XIII, dan saat penobatan Mahmud Lamantjiji Perkasa
Alam menjadi seorang Sulthan. Beliau merupakan anak dari Sulthan Deli yang
sebelumnya (Sulthan Deli XIII), Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam. Sulthan
Deli XIII mangkat pada tahun 2005, dan posisi pemimpin Kesulthanan digantikan
oleh anak beliau (Sulthan yang sekarang). Pada saat penobatan Mahmud Lamantjiji
Perkasa Alam menjadi Sulthan, beliau masih berumur 8 tahun. Jadi, segala urusan
tentang adat diambil alih oleh seorang Pemangku Sulthan Deli XIV, Tengku Hamdi
Osman Delikhan Al Haj.
Di sisi utara (kanan) ruang tengah
Istana, pengunjung akan melihat Tahta Kesulthanan yang begitu megahnya dengan
warna dominan kuning, yang merupakan warna khas dari setiap Melayu yang ada di
Dunia. Berjalan lagi ke arah utara Istana ada ruangan yang dahulunya digunakan
oleh keluarga Kesulthanan untuk makan keluarga. Saat ini ruangan ini telah
digunakan untuk kegiatan ekonomi, menyewakan pakaian adat Melayu dan, menjual
pernak – pernik dan assesoris Melayu. Di ruangan ini juga terdapat 2 buah kursi
yang konon ceritanya adalah kursi milik Sulthan, namun kursi di ruangan ini
para pengunjung diperbolehkan untuk duduk, sambil mengabadikannya dengan kamera
mereka.
Di ruang tengah Istana ini para
pengunjung juga bisa melihat – lihat pakaian Kesulthanan yang pernah dipakai
oleh Sulthan, senjata tradisional Kesulthanan, dan alat – alat musik
Kesulthanan. Benda – benda ini diletakkan dengan rapi, diberikan ruangan kaca
agar tidak disentuh oleh pengunjung. Jadi, tetap terjaga kondisi dan keaslian
benda – benda tersebut.
Diantara ruangan tengah dan ruang
makan Istana, jika kita menghadap ke timur, di sebelah kiri dan kanan kita
terdapat 2 buah kamar yang dahulunya digunakan oleh Sulthan dan keluarga
Kesulthanan untuk beristirahat. Sekarang, ruang kamar tidur Sulthan yang seelah
kiri kita sudah dialih fungsikan menjadi ruangan yang menjual pernak – pernik
dan assesoris Melayu dan menyewakan pakaian adat Melayu. Di ruangan sebelah
kiri juga terdapat ruangan yang dahulunya digunakan oleh Sulthan dan keluarga
Kesulthanan untuk beristirahat. Saat ini ruangan ini sangat tertutup, dan pengunjung
tidak diperkenankan untuk masuk dan melihat – lihat ruangan ini. Tak jarang ada
pengunjung yang datang ke Istana Maimun ini yang melakukan ritual penghormatan kepada roh –
roh di depan ruangan ini. Menurut pemandu Istana, “Istana ini bukanlah bangunan
yang sembarangan, makhluk yang ada di Istana saat ini bukanlah hanya makhluk
hidup manusia saja, tapi juga berdampingan dengan Makhluk halus, mungkin ada
orang – orang yang mampu melihat keberadaan makhluk – makhluk gaib ini, jadi
mereka seperti memberikan ritual penghormatan kepada makhluk – makhluk yang
tidak kasat mata ini”.
Di belakang Tahta Kesulthanan, saat
ini terdapat ruangan yang berisikan papan – papan geser yang berisikan
informasi – informasi tentang Kesulthanan dari Sulthan I sampai Sulthan yang
sekarang. Tidak hanya itu , disini juga
ada informasi mengenai simbol kebesaran dari Kesulthanan Melayu, serta filosofi
– filosofinya.
Meskipun lantai atas Istana ini
cukup luas, namun tidak semua ruangan dan lokasi dapat dikunjungi oleh
pengunjung. Pada sisi ujung – ujung sayap kanan dan sayap kiri Istana ditutup,
guna untuk tetap menjaga keprivasian keluarga besar Kesulthanan. Karena pada
saat ini lokasi Istana Maimun masih dihuni oleh 30 Kepala keluarga dan kerabat
Kesulthanan.
Di dalam Istana, temperatur suhu
udara sangatlah sejuk. Jadi, tidak jarang ada pengunjung yang duduk – duduk
lesehan di ruang tengah Istana, dan saling bersenda guru. Di depan Tahta
Kesulthanan juga tidak sedikit orang yang berfoto menggunakan pakaian yang
disewakan oleh pihak Istana. Di depan foto para Sulthan pun banyak orang –
orang yang berfoto sendiri maupun berkelompok.
Di sisi sebelah kanan halaman
Istana terdapat sebuah bangunan berarsitektur rumah adat Karo yang di dalamnya
terdapat meriam puntung. Untuk memasuki ruangan dan melihat meriam puntung ini
para pengunjung dikenakan biaya Rp. 3.000,-. Konon ceritanya Meriam ini adalah
penjelmaan dari adik Putri Hijau untuk mempertahankan Istana dari serbuan
Kerajaan Aceh, karena ditolaknya pinangan Kerajaan Aceh kepada Putri Hijau.
Karena terus – terusan menembak, meriam ini menjadi pecah menjadi 2 bagian.
Satu bagiannya berada di Kecamatan Barus, dan satunya lagi ada di sisi Istana
Maimun.
Begitu pengunjung membayar uang
masuk untuk melihat meriam puntung ini, pengunjung akan dipandu orang pemandu
yang berada di sekitaran bangunan ini. Beliau juga menceritakan mitos dari
meriam puntung ini, dan menyarankan untuk meletakkan telinga ke dekat lub ang yang ada di meriam yang menurut
pemandu ada suara air mengalir di dalam meriam ini. Tak sedikit pengunjung yang
menempelkan telinga mereka untuk mendengarkan suara air mengalir di dalam
meriam puntung ini. Tepat di depan pecahan meriam puntung ini terdapat
semangkuk air yang disediakan oleh pengurus dari meriam puntung ini. Pemandu
menjelaskan air ini disediakan karena, pada setiap orang datang yang
berkunjung, tidak sedikit dari mereka yang percaya bahwa meriam puntung ini
dapat meningkatkan keberuntungan dalam hidup, dan apa – apa yang kita ingingkan
jika kita ucapkan dalam hati di depan meriam puntung, pasti akan terkabulkan.
Caranya adalah bagi yang Muslim, mereka membasuhkan wajah mereka menggunakan
air di mangkuk ini sembari mengucapkan Surah Al-Fatihah, kemudian ucapkan dalam
hati apa hal – hal yang diinginkannya, dilanjutkan dengan mengusapkan meriam
puntung dengan air dari mangkuk ini. Bagi mereka yang Nasrani caranya hampir
sama, bedanya hanya di Surah al kitab yang dibacakan. Dahulu orang – orang yang
berkunjung membawa airnya sendiri untuk membasuh wajah dan mengusapkannya ke
meriam puntung. Namun sekarang sudah disediakan oleh pengurus, karena ada
beberapa pengunjung yang tidak membawa air, namun ingin membasuh meriam puntung
ini.
Istana Maimun saat ini telah
ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional. Ini juga turut menarik wisatawan
asing untuk melihat peninggalan bersejarah ini. Di lokasi Istana Maimun ini
tidak sulit kita temui para turis – turis asing yang datang. Bahkan beberapa
dari mereka ada juga yang ikut menyewakan baju adat Melayu yang disediakan oleh
pihak Istana.
Saat ini Istana Maimun masih
menjadi milik Sulthan Deli beserta keluarganya, sebagai ahli waris dari Sulthan
Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam yaitu Sulthan Deli IX yang membangun Istana.
Saat ini pengelolaan, perawatan, dan pemeliharaan Istana dilakukan oleh lembaga
berupa Yayasan yang didirikan oleh Kesulthanan. Lembaga tersebut bernama
Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid. Nama ini diambil dari nama pendiri Istana
Ini, Sulthan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam.
Terima kasih kepada Bapak Tengku
Moharsyah Nazmi yang telah membantu dan memandu kami dalam mengumpulkan
informasi mengenai kebudayaan Melayu dan hal – hal yang terkait dengan Budaya
Melayu di Kota Medan.
Berikut ini adalah hasil wawancara saya de
SEJARAH
PERSEBARAN MELAYU
Sejarah persebaran melayu dimulai
dari terjadinya peperangan yang melibarkan 2(dua) kerajaan, Kerajaan Aceh dan
Kerajaan Aru. Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Hisyamuddin berhasil
menaklukkan kerajaan Kerajaan Aru yang bertempat di daerah Sungai Lalang ini
(sekarang Delitua). Dan pada akhirnya Panglima Hisyamuddin diangkat oleh Sultan
Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh sebagai wakil Kerajaan Aceh untuk daerah
Sumatera Timur yang berkedudukan di sungai Lalang dan beliau diberi gelar
“Panglima Gocah Pahlawan”.
Panglima Gocah Pahlawan adalah
keturunan dara India, Aceh, dan Karo. Pada generasi sebelumnya, Panglima Gocah
Pahlawan memiliki nenek moyang yang disebut dengan Manipuridan yang berasal
dari pencampuran India dengan Aceh. Setelah Sultan Deli lahir, beliau menikahi
wanita bersukukan karo dari Kedatukan Sunggal / Anak Raja Sunggal yang turun
temurun sampai sekarang tersebut sampai sekarang sebagai Kesulthanan Deli. Dari
pengasimilasian tersebut makanya didirikannya bangunan seperti rumah adat Karo
yang ada di sisi sebelah kanan Istana Maimun sekarang
Melayu yang ada di Kota Medan
dikenal dengan “Melayu Deli”. Karena letak geografis Kota Medan sekarang adalah
bekas kekuasaan Kerajaan Kesulthanan Deli. Bukti – bukti Kerajaan Melayu Deli,
yaitu Istana Maimun yang merupakan pusat
pemerintahan Kesulthanan Deli, Mesjid Raya Medan, taman Srideli, Sejarah Putri
Hijau, Meriam Puntung, Naga Sakti.
Berikut ini adalah Sultan Kerajaan Melayu Deli dari
masa ke masa :
1.
Tuanku Panglima
Gocah Pahlawan
Karena
perubahan waktu dan situasi, pada tahun 1632 Kerajaan Aceh menetapkan
berdirinya Kerajaan Deli dan disaat itu pula diteteapkannya Panglima Gocah
Pahlawan menjadi Raja Deli I dengan gelar Tuanku Panglima Gocah Pahlawan.
Beliau mangkat pada tahun 1669.
2. Tuanku Panglima Parunggit
Beliau
adalah Raja II Kerajaan Deli yang memerintah dari tahun 1669 dan memindahkan
pusat Kerajaan dari daerah Sungai Lalang ke daerah padang datar (sekarang
Medan). Tuanku Panglima Parunggit mangkat pada tahun 1698 dan diberi gelar
“Marhum Kesawan”.
3. Tuanku Panglima Padrap
Beliau
adalah Raja Deli III Kerajaan Deli dan memerintah dari tahun 1698. Beliau memiliki
4(empat) orang putra. Dan juga beliau memindahkan pusat Kerajaan Deli dari
padang datar ke daerah Pulo Brayan (sekarang). Beliau mangkat pada tahun 1728.
4. Tuanku Panglima Pasutan
Beliau
adalah Raja Deli ke IV yang memerintah dari tahun 1728 sampai tahun 1761.
Beliau memindahkan pusat Kerajaan Deli ke Labuhan Deli serta memberikan gelar
“Datuk” untuk memperkokoh kedudukan para kepala – kepala suku yang merupakan
penduduk asli Kerajaan Deli. Dan yang lebih dikenal dengan sebutan “Datuk Empat
Suku”. Keempat daerah yang memperoleh gelar Datuk adalah :
- Daerah Sepuluh Dua Kuta (daerah Hamparan Perak dan sekitarnya)
- Daerah Serbanyaman (Daerah Sunggal dan sekitarnya)
- Daerah Senembah (Daerah Patumbak, Tanjung Morawa dan sekitarnya)
- Daerah Sukapiring (Daerah Kampung Baru dan Medan Kota dan sekitarnya)
5. Tuanku Panglima Gandar Wahid
Beliau
adalah Raja Deli V Kerajaan Deli dan memerintah dari tahun 1761. Di bawah
kepemimpinan beliau, kedudukan Datuk Emoat Suku semakin kokoh sebagai wakil
rakyat. Beliau mangkat pada tahun 1805.
6. Sulthan Amaluddin Mengedar Alam
Beliau
adalah putra ke-3 dari Raja Deli yang sebelumnya, Tuanku Panglima Gandar Wahid.
Beliau memerintah dari tahun 1805. Pada masa pemerintahan beliau, Kerajaan Deli
lebih mengeratkan hubungan dengan Kerajaan Siak daripada Kerajaan Aceh, hal ini
ditandai dengan pemberian gelar “Kesulthanan” kepada Kerajaan Deli. Beliau
mangkat pada tahun 1850.
7. Sulthan Oesman Perkasa Alam
Beliau
memerintah dari tahun 1850. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Deli
mendapatkan pengesahan dari Kerajaan Aceh bahwasanya Kesulthanan Deli merupakan
daerah yang berdiri sendiri, yang ditandai dengan diberikannya Pedang Bawar dan
Cap Sembilan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh Kerajaan Siak di
Kesulthanan Deli ini. Beliau mangkat ada tahun 1850.
8. Sulthan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alamsyah
Beliau
memerintah dari tahun 1858. Pada masa pemerintahan beliau, Kesulthanan Deli
menjalin hubungan dengan Pemerintah Belanda, hal ini ditandai dengan kerjasama
pembukaan lahan tembakau di daerah Kesulthanan Deli. Beliau mangkat pada tahun
1873.
9. Sulthan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah
Beliau
dinobatkan menjadi Sulthan saat usia beliau masih muda, dan memerintah dari
tahun 1873 sampai tahun 1924. Pada masa pemeririntahan beliau, pedagang
tembakau sudah semakin maju dan kemakmuran Kesulthanan Deli mencapai puncaknya.
Beliau juga memindahkan Pusat Kesulthanan Deli dari daerah Labuhan Deli ke
daerah Medan, dan mendirikan Istana Maimun pada tanggal 26 Agustus 1888, dan
diresmikan pda tanggal 18 Mei 1891.
Selain
itu, dimasa pemerintahan beiau, beliau juga mendirikan :
- Mesjid Raya Al-Mashun yang didirikan oada tahun 1906 dan diresmikan pada hari Jum’at 10 September 1909 (25 Sya’ban 1329)
- Pada tahun 1906 beliau membangun sebuah kantor kerapatan Sulthan Ma’mun Al-Rasyid Alamsyah (sekarang bekas kantor Bupati Tingkat II Deli Serdang), dan diresmikan pada tanggal 5 Mei 1913
- Beliau juiga banyak membangun fasilitas – fasilitas kepentingan umum lainnya demi kemajuan masyarakat dan juga membangun 2 mesjid di daerah – daerah untuk kepentingan Syiar Agama Islam pada saat itu.
10. Sulthan Amaluddin Al-Sani Perkasa Alamsyah
Beliau
memerintah dari tahun 1924 sampai tahun 1945. Pada masa pemerintahan beliau,
hubungan dagang dengan luar negeri dan kerajaan – kerajaan lainnya di nusantara
terjalin dengan baik Hal ini ditanai dengan pengembangan pelabuhan laut.
Dengan diproklamirkannya kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Pemerintahan Kesulthanan Deli mengakui
kedaulatan Negara RepublikIndonesia dan kedudukan Sulthan – Sulthan selanjutnya
menjadi penguasa tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu Deli.
11.
Sulthan Osman
Al-Sani Perkasa Alam
Beliau
adalah anak tertua dari Sulthan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah, dan menjadi
penguasa Adat dari tahun 1945 sampai 1967.
12. Sulthan Azmi Perkasa Alam
Beliau
menggantikan Ayahandanya, Sulthan Osman Al Sani Perkasa Alam, dan menjadi
penguasa Adat dari tahun 1967 sampai tahun 1998.
13. Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam
Beliau
menjadi Penguasa Adat dari tahun 1998 sampai tahun 2005
14. Sulthan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam
Beliau
menjadi penguasa Adat dari tahun 2005 sampai sekarang (sampai tulisan ini
dibuat).
KEKERABATAN
MELAYU
Dalam Melayu dikenal yang namanya
strata sosial, yang menyebut pemimpinnya itu adalah Sulthan. Disebut Sulthan,
karena kalau sudah Sulthan pasti akidah, keyakinan daripada dalam hal yang
menyangkut pemerintahannya tentu berazaskan Islam. Di dalam Melayu ini ada
tingkatan – tingkatan dalam keluarga Kesulthanan; Pemimpin Kesulhtanan disebut
dengan Sulthan; Satu garis di bawah Sulthan ada gelar yang namanya “Tengku”,
gelar ini diberikan kepada anak Sulthan baik yang laki – laki maupun yang
perempuan; Di bawah Tengku ada gelar yang disebut “Datuk”, Datuk ini adalah
gelar yang diperuntukkan kepada cucu Sulthan dan juga bisa diberikan kepada
pemuka masyarakat, bisa dibilang lebih kepada sebutan untuk raja yang menguasai
sebuah daerah (sekarang seperti bupati dan walikota); Di bawah Datuk ada gelar
yang namanya Megat, gelar ini dikhususkan kepada laki – laki; di bawah Megat
ada gelar yang namanya Wan, gelar ini bisa ditujukan kepada laki – laki dan
perempuan; Di bawah Wan ada gelar yang namanya OK (huruf “o” besar dan “k”
besar), yang berarti Orang Kaya; dan yang di bawah sekali ada Ok (huruf “o”
besar dan “k” kecil), Orang Kecil, ini seperti penghulu, kepala desa.
“Sulthan” tentu sebagai kepala
pemerintahan, seperti Presiden (sekarang). Anak – anak Sulthan diberikan gelar
“Tengku” karena ini adalah gelar Kebangsawanan. Juga di gelar “Tengku” ini juga
bisa disandingkan dengan nama gelar- gelar yang lain, seperti Tengku Pangeran,
Tengku Laksmana, Tengku Raja Muda, dan Tengku Temenggung. “Datuk” adalah gelar
yang diperuntukkan kepada Kepala –Kepala Suku yang merupakan penduduk asli
Kerajaan Deli di daerah, dalam Kesulthanan Deli ada dikenal “Datuk Empat Suku”,
Datuk Sukapiring, Datuk Senembah, Datuk Serbanyaman, dan Datuk Sepuluh Dua Kuta
(tugasnya seperti bupati, sekarang). Di bawahnya, ada “Megat”, gelar “Megat”
ini diperuntukkan kepada seseorang yang Ibunya adalah seorang bangsawan
(bergelar tengku) menikah dengan laki – laki biasa dan melahirkan seorang anak
laki - laki, maka anak yang lahir ini bisa diberikan gelar “Megat”. Gelar “Wan”
diperuntukkan kepada anak laki – laki dan perempuan yang ibunya merupakan seorang
bangsawan (bergelar Tengku) menikahi seorang laki – laki bangsawan yang tidak
bergelar “Tengku”, anak yang dilahirkan ini lah berhak menerima gelar “Wan”. OK
(“o” besar dan “k” besar) adalah orang – orang kaya, pengusaha, yang berada di
suatu kampung, maka bisa diberikan gelar OK oleh Sulthan, karena sang OK ini
adalah seorang tokoh masyarakat. Ok (“o” besar dan “k” kecil) adalah orang –
orang yang menjadi pemuka di sebuah kampung, seperti penghulu, tuan kadi. Namun
Ok zaman sekarang ini sudah sangat jarang ditemui, karena sekarang ini banyak
orang yang menggunakan gelar “Ok” mereka diubah menjadi “OK”, dan mereka yang
tidak mengerti gelar ini akan menganggap ini hanya sebuah nama.
PEMUKIMAN DAN
PERSEBARAN MASYARAKAT MELAYU
Pemukiman masyarakat Melayu Deli
ada yang berada Delitua. Delitua adalah tempat berdirinya Kerajaan Aru Baru
yang ditaklukkan oleh Kerajaan Aceh. Kemudia, Kerajaan Aceh mendirikan Kerajaan
Deli sebagai wakil dari Kerajaan Aceh di Sumatera Timur. Dengan penakluk
kerajaan aceh yang dipimpin oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan. Di Delitua
inilah beliau bertempat, dan dibuktikan dengan adanya makam beliau di Delitua.
Saat ini, tapak makam Raja I Kerajaan Deli berada di Kabupaten Deli Serdang,
Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak sesuai dengan lokasi pemerintahan
sekarang. Namun lebih dikenal dengan Delitua.
Pemerintahan Sultan I mengarah ke
arah utara (Kesawan). Selanjutnya oleh Raja Kerajaan Deli II memindahkan pusat
Kerajaan Deli ke daerah Kesawan (sekarang), dan ini juga diperkuat dengan bukti
adanya makam Sultan Deli II disana. Kemudian menuju ke Utara lagi, Raja III
Kerajan Deli, Tuanku Panglima Padrap memindahkan pusat Kerajaan Deli dari
tempat yang sebelumnya di daerah Kesawan ke daerah Pulo Brayan (sekarang) dan
disini juga lah Tuanku Panglima Padrap dikebumikan. Kemudian pada masa
pemerintahan Raja Kerajaan Deli IV, Tuanku Panglima Pasutan, beliau memindahkan
pusat Kerajaan Deli ke arah utara lagi, ke daerah labuhan. Lokasi pusat
pemerintahan di labuhan ini berlangsung sampai 5(lima) periode pemerintahan,
Raja Deli IV, V, VI, VII, dan VIII, disini pula para Raja/Sulthan Deli tersebut
dikebumikan. Pada masa Kesulthanan Deli
IX, Sulthan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam, beliau memindahkan pusat Kesulthanan
Deli ke tengah – tengah dari pusat Kerajaan Deli I dan Kesulthanan Deli VIII,
yakni di lokasi Istana Maimun sekarang. Dimana Sultan IX membangun istana ini
dengan membuat lahan baru (Ibukota kerajaan Baru) sampai sultan Deli yang
sekarang.
Setiap pemimpin berpindah – pindah.
Jadi, tentu disitu ada masyarakat komunal. Masyarakat – masyarakat Melayu Deli
tersebar di beberapa tempat, di labuhan, Percut, Delitua, Sinembah. Penyebaran
masyarakat Melayu Deli tentu sebesar wilayah Kesulthanan Deli, disitulah
masyarakat bertempat. Karena baik dari budaya, adat, dan adab memakai literatur
dari Melayu Deli. Dimana luas Kesulthanan Deli setelah Indonesia Merdeka,
menjadi 4 kota dan kabupaten yang masuk dalam Provinsi Sumatera Utara, itu
mencakup seluruh Kota Medan, seluruh Kota Tebing Tinggi, sebagian Kabupaten
Deli Serdang, Sebagian Kabupaten Serdang Bedagai. Di wilayah Kabupaten Deli
Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai sebagiannya adalah wilayah Kesultanan
Deli, karena di wilayah tersebut (sekarang menjadi kabupaten) dahulunya Kesulthanan
Deli berbagi kekuasaan dengan Kesulthanan Serdang.
Penyebaran kantong orang Melayu berada di Labuhan
dan Percut. Untuk di daerah kota, orang melayu tinggal berpisah – pisah. Orang
melayu dikenal dengan orang pesisir, orang pantai Karen bisa dikatakan bahwa
orang Melayu kuat hidup apabila dekat dengan laut. Dan juga sampai saat ini Ini
kawasan Istana Kesulthanan Deli, Istana Maimun, masih ditempat tinggali oleh 30
keluarga dan kerabat Sulthan yang terdapat di lantai 1(satu) kiri dan kanan
Istana, di bawah maupun di belakang Istana Maimun. Perbatasan tempat yang boleh
dikunjungi. Di Istana Maimun, ada batas – batas yang boleh dikunjungi dan tidak
boleh dikunjungi (privasi) secara kesehairannya oleh pengunjung, yakni halaman
Istana, Teras Istana, Balairoom Istana, dan Ruang Makan Istana. Daerah umum itu
halaman, teras, balairoom damapai ruang bilik makan dalam. Ruang privasi Istana
adalah, di area lantai 1 Istana, kanan kiri dan belakang Istana.
INTERAKSI
MASYARAKAT MELAYU DENGAN KELOMPOK LAIN
Ada beberapa semboyan yang dikenal
di masyarakat Melayu, dan yang paling terkenal adalah yang dipakai oleh mantan
Gubernur Sumatera Utara yang merupakan orang Melayu, yang semboyan itu
berbunyikan “Melayu Sahabat Semua Suku” semboyan ini memiliki arti bahwa orang
– orang Melayu adalah pribadi yang fleksibel dalam masyarakat, karena mereka
dapat menerima dan diterima dalam bermasyarakat. Makanya pada saat ini tidak
sulit dijumpai suku – suku pendatang di kawasan yang terdapat banyak orang –
orang Melayu
Di daerah – daerah pusat Kota Medan
pun yang menjadi tempat tinggal kaum Melayu kini sudah bercampur baur dengan
berbagai elemen masyarakat lain. Seperti di halnya di jalan Amaliun, Jalan
Puri, Jalan Halat, Sukaraja, Jalan Mahkamah, dll. Di tempat – tempat ini pula
telah terjadi asimilasi masyarakat Melayu dengan suku – suku pendatang.
BAHASA DAN
SIMBOL MELAYU DELI
Bahasa melayu deli lebih penekanan
pada huruf vokal aiueo dan lebih kepada huruf vokal e. Seperti menanyakan
“hendak kemana” (menjadi “nak kemane” dengan vokal e lemah). Beda dengan daerah Asahan dengan ibukotanya
Tanjung Balai yang disebut dengan Kesultanan Asahan yang lebih menekankan pada
huruf vokal o menjadi “nak kemano”.
Kerabat sehari – hari menggunakan
bahasa melayu yang artinya bahasa melayu ini sangat menjadi bahasa yang secara
komunalnya bisa dipahami, yang bisa cepat dimengerti dan bisa menjadi
penghubung kata – kata dari beberapa kata – kata apa suatu derah yang sedang
tren. Seperti kata “coy” pada orang Medan yang tidak dimengerti oleh orang
luar, tapi “kemana coy” digunakan juga di bahasa Melayu dan dapat menjadi
penghubung itu. Artinya bahasa orang Melayu Deli ini yang juga terdapat di
beberapa daerah ini sangatlah berharga karena bahasa Indonesia sendiri adalah
mengambil bahasanya itu dari bahasa Melayu. Kepada masyarakat pun menggunakan
Melayu.
Simbol apa yang dimiliki Sulthan
Deli dengan simbol kerajaan - kerajaan Melayu di seluruh dunia itu hampir sama, yang membedakannya adalah dalam
hal adat. Karena simbol warna kuning, semua khas Sulthan - Sulthan Melayu,
menggunakan warna kuning. Kemudian seperti simbol tepak, tepak sirih juga
dimana - mana Kesulthanan Melayu memiliki tepak sirih. Tepak sirih ini sebagai
wadah pada adat perkawinan untuk memberikan sambutan selamat datang, yang
artinya dalam tepak ini ada makanan yang bermacam – macam yang bisa dimakan.
Yang membedakannya hanya adatnya karena setiap Kesulthanan memiliki adat masing
- masing. Seperti balay, merinjis (tepung tawar). Yang membedakannya hanya
adatnya. Misalnya adat pengangkatan Tengku menjadi Sultan Deli, berbeda dengan
adat pada acara lain. Misalnya Sulthan Deli meninggal, berbeda dengan adat -
adat Kesulthanan Deli yang lain. Contoh, apabila berkabung di Melayu Deli, para
penduduk Istana dan masyarakat Deli menggunakan kain hitam - hitam seperti
sarung, tidak boleh kain bertabur (songket), baju hitam - hitam dengan peci
dengan lis putih. Perempuan dengan pakaian hitam - hitam dengan jilbab putih.
Berbeda dengan adat Kesultanan Deli yang lain, seperti Kesultanan Serdang.
Apabila Kesulthanan Serdang berkabung, Masyarakat yang terkait menggunakan
pakaian putih - putih, baju putih celana putih, dengan kain sarung hitam, peci
hitam bercampur putih, begitu juga dengan adat.
PEKERJAAN
MASYARAKAT MELAYU
Masyarakat Melayu identik dengan
daerah pesisir, yang berartikan pekerjaan mereka adalah nelayan. Dalam
perkembangan – perkembangan masa zamannya seperti di daerah Pada masa Sulthan
Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah menjabat sebagai Sulthan Deli, Kesulthanan
Deli menjalin hubungan dengan Pemerintah Belanda untuk bekerjasama dalam
pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan Deli. Tembakau ini lah yang lebih
dikenal dengan Tembakau Deli, yang terdapat di Polonia, Sampali, Percut. Karena
penyebaran daerah tembakau ini mulai dari sungai Percut Sei Tuan sampai dengan
sungai Wampu. Tapi seiring perkembangan zaman, orang Melayu Deli sendiri tidak
terpatri hanya sebatas sebagai pencarian di laut dan didataran, di kebun.
Sekarang orang Melayu Deli ada yang bekerja di bidang birokrasi, di bidang
pendidikan, dll. Sekarang tergantung kepada bagaimana orang melayu
berperan di tengah – tengah
masyarakatnya dalam hal berkembang profesinya untuk mendapatkan rezekinya.
SISTEM PERALATAN
HIDUP DAN TEKNOLOGI MASYARAKAT MELAYU
Dalam hal peralatan hidup Kesulthanan
Deli, karena ada masyarakat Kesulthanan ada yang hidup di daerah pesisir, tentu
peralatan - peralatan seperti apa yang dibutuhan seorang nelayan, pasti itu mereka
miliki dengan keterampilannya. Apabila dikaitkan dengan teknologi, dimana orang
Melayu juga hampir sama dengan orang Bugis. Karena orang Bugis itu dikenal
daerah bagian timurnya itu dengan melaut, begitu juga dengan orang melayu yang
sangat pandai membaca navigasi, arah angin.
Seperti halnya dahulu, dalam hal navigasi laut dan segala macam, orang Melayu
sangat piawai dengan melaut. Pada masa itu mungkin mereka bisa melihat arah
angin, matahari dan bulan yang ditentukan dengan navigasi mereka, bisa
menentukan dengan kecepatan yang dibutuhkan untuk sampai tujuan. Kalau zaman
sekarang tentu orang - orang melaut sudah bisa menggunakan teknologi, tinggal
tekan sudah bisa dapat informasi dimana lokasi yang banyak ikan. Kalau dulu
mungkin disentuhnya terlebih dahulu air itu, baru mereka bisa tau dimana ada
banyak ikan.
KEAGAMAAN
MASYARAKAT MELAYU
Orang melayu identik dengan Islam
yang fanatik. Makanya apabila ada pertanyaan “Orang apa?”, apa bila yang
ditanya menjawab “Orang Melayu”, jadi tidak perlu ditanya lagi agamanya apa,
adatnya apa, pasti lebih ke Islam. Apabila ada orang melayu yang keluar dari
islam, itu bisa disejajarkan dengan “Murtad”. Karena melayu berasal dari islam.
Kalau sudah keluar dari itu, sesuai dengan hukum firaidnya, kewarisannya di
Islam, dia tidak bisa menerima haknya, dan secara otomatis, gelar apapun yang
disandangnya, termasuk apabila ia menyandang gelar “Tengku”, itu secara
hakekatnya menghilang. Namun secara hanya sekedar pakai namanya saja,tidak
masalah. Karena orang melayu identik dengan Islam. Malah pada zaman dulu itu
orang Islam itu disebut dengan orang Melayu. Karena sanking besarnya makna yang
tekandung ini jadi sebuah jati diri melayu ini.
Diantara ruang tengah dan ruang
makan Istana terdapat 2(dua) buah kamar yang dahulunya digunakan oleh Sulthan
untuk beristirahat. Saat ini tidak jarang kita temui ada orang – orang yang
seperti melakukan hal – hal ritual untuk menghormati sesuatu disana. Berikut
penjelasannya ; Istana Maimun dalam kawasan ini bukan lah daerah main - main.
Kalau secara kasat mata memang kita tidak melihat ada apa2, gersang. Tapi
secara ghaib, karena ghaib tidak bisa dilepaskan dari orang Islam, sesuai
dengan Rukun Iman yang salah satunya adalah Iman kepada Alam Ghaib. Dimana
memang orang – orang yang memiliki indra keenam, orang – orang yang bisa
merasakan sesuatu hal – hal yang tidak bisa dirasakan orang – orang biasa, bisa
jadi ia bisa melihat sesuatu (lokasinya adalah di kamar di sebelah kiri dekat
dengan ruang makan Istana,yang isinya adalah barang – barang). Tapi artinya
memang wilayah ini adalah wilayah yang sakral. Karena ini adalah daerah tempat
pilihan.
PERKAWINAN
KESULTANAN MELAYU DELI
Dalam sebuah perkawinan pada adat
Melayu, ada 1(satu) yang dilihat, dengan melihat bibit, bebet, dan bobotnya.
Memang secara daripada orang melayu menilai akan baiklah jika kita melihat
siapa yang akan menjadi bagian keluarga kita. Artinya dalam kasta – kasta yang
dikenal seperti dalam belahan dunia lain seperti India, kalau dalam melayu ini
hanya beberapa mungkin bermasalah pada bibit, bebet, dan bobot. Contohnya
Sulthan Deli yang menikah dengan seorang bangsawan, anak yang dilahirkan
nantinya disebut dengan “Anak Graha”. Anak Graha ini adalah anak yang terlahir
dari rahim istri seorang Sulthan dari kaum bangsawan yang disebut darah biru.
Tetapi ada satu sisi, dimana ia tidak serta merta bisa menjadi Sulthan
berikutnya. Karena lebih dikedepankan kepada adab. Kenapa adab, karena ada yang
lebih tua lagi bukan dari ibu seorang anak bangsawan yang terlahirkan tapi
tidak bisa lepas dari darah Sulthan
Deli. Karena adabnya dia lebih tua, berarti dia yang lebih dilihat bibit bebet
bobotnya untuk menjadi sultan yang berikutnya. Dalam hal perkawinan orang
melayu ada yang seperti itu, inilah yang membuat populasi masyarakat melayu
tidak seperti masyarakat lain seperti suku – suku lain. Tetapi sekarang
masyarakat melayu sudah berbaur, arti berbaur itu tidak lagi mengacu kepada
orang melayu harus menikah dengan orang melayu. Kalau zaman dulu itu
penyebabnya salah satu faktornya adalah agar harta tidak jatuh ke orang lain.
Sekarang tidak bisa lagi diterapkan yang seperti itu karena zaman sudah
berubah. Kalau sesama melayu menikah, karena memandang harta yang sudah banyak,
ia akan malas bekerja. Ini yang menjadi perubahan pemikiran masyarakat melayu
sekarang banyak orang melayu yang menikah dengan masyarakat. Seperti batak,
aceh, karo, minang, dan juga kepada orang – orang pendatang yang bukan dari nusantara kita, Arab, Cina,
India, dll. Jadi bisa dibilang dia ada seperti perubahan pada pola pikir orang
melayu. Seperti halnya Sulthan Deli XIII yang mana ayah dari Sultan Deli yang
sekarang, dimana Sultan Deli XII ini
memperistri orang bangsawan Makassar anak dari Kerajaan Bone.
ACARA SETIAP
TAHUN KESULTANAN MELAYU DELI
Acara – acara yang berlangsung oleh
Kesulthanan Deli sampai saat ini yang paling pasti diselenggarakan itu adalah
“Junjung Duli”, yang biasa dikenal dengan open house. Dimana acara Junjung Duli
ini diselenggarakan selesai Sholat Id Iduk Fitri maupun Idul Adha. Sulthan Deli
dan keluarga akan menerima masyarakat dan keluarganya untuk saling memberikan
Selamat Hari Raya dan saling maaf – memaafkan. Ada juga acara yang tidak tiap
tahun dilaksanakan tetapi juga harus dilaksanaakan seperti acara “Hari Keputraan”
atau yang lebih dikenal dengan hari ulang tahun. Namun, acara ini hanya dikhususkan
untuk ulang tahun Sulthan. Ada juga yang disebut Majelis Emberian Darjah Gelar Adat.
Ini adalah acara adat dimana Sulthan Deli memberikan gelar kepada masyarakat
yang memiliki sumbangsih materil, moril untuk melayu, untuk kota medan, sumut,
bahkan sekarang utnuk RI. Dimana gelar – gelar itu diberikan Sulthan untuk laki
– laki adalah Pangeran atau Datuk, kalau perempuan adalah Datin. Ada juga acara
yang namanya Majelis Bersanding, ini adalah acara perkawinan yang bisa
diselenggarakan oleh Sulthan dan keluarganya, acara perkawinan.
PENANGGUNGJAWAB
ISTANA
Istana maimun sampai saat ini masih
milik Sulthan Deli beserta keluarga besarnya daripada ahli waris Sulthan
Ma’moen Al-Rasyid Perkasa Alam yaitu Sulthan Deli IX yang membangun Istana.
Tentu dalam hal kelembagaan keluarga besar ini kedudukan yang paling atas
adalah Sultan Deli, karena beliau adalah Sulthan, yang berarti pemimpin dari
seluruh masyarakat Melayu. Tetapi karena Istana Maimun mengikuti zaman dan
masanya, sekarang ini Istana menjadi objek wisata. Istana tidak hanya beralih
fungsi menjadi objek wisata, tapi juga masih tetap menjadi tempat tinggal, dan
pusat pemerintahan Kesulthanan Melayu Deli. Istana maimun sebagai bangunan
bersejarah yang memiliki nilai – nilai daripada literatur – literatur yang bisa
disebut bangunan cagar budaya. Istana ini sekarang dikelola, dirawat, dan dilestrarikan oleh Sulthan
beserta keluarga dengan membentuk sebuah wadah yang disebut Yayasan yang
bernama Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid. Nama ini diambil dari nama Sulthan Deli
yang membangun Istana Maimun. Artinya dalam hal perawatan, pemeliharan, dan
pengelolaan, sebagai cagar budaya, Istana ini dikelola oleh Yayaasan. Tentu
juga Yayasan ini menjadi kepanjangan tangan daripada warga Kesulthanan Deli di Istana
Maimun. Karena Istana Maimun juga menjadi bangunan objek wisata, sekarang ini di
Pemerintah Kota sekarang ada disebut dinas pariwisata, dalam hal cagar budaya
BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya), dan ke 2nya adalah lembaga pemerintah. Yang
menjadi hubungannya kepada Istana dimana yang menjalankannya adalah yayasan.
Jadi yayasan ini bekerja sama dengan yang tersebut.
PERSELISIHAN
YANG TERJADI PADA MASYARAKAT MELAYU
Pada masyarakat Melayu apabila
terjadi perselisihan antar sesama orang dan marysarakat, mereka mengedepankan
hukum adat untuk menyelesaikan permasalahannya. Yang mana hukum adat ini
menjadi bahagian daripada yang terkandung dari nilai etika, norma - norma, yang
menjadi ketentuan – ketentuan untuk menyelesaikan sesuatu permasalahan –
permasalahan. Jadi dalam hal ini jika
terjadi permasalahan, keputusan – keputusan itu diambil pada hukum adat tersebut.
Sebagai contoh ada sebuah perselisihan, dalam perselisihan itu tentu
menggunakan hukum adat, kita tidak bisa menyalahi dari kedua pihak yang
berselisih ini sebelum mengetahui apa yang menjadi sebab permasalahan itu.
Karna memang orang Indonesia, timur, kita lebih mengenal musyawarah dan
mufakat, dari hukum adat tersebut yang juga terdapat musyawarah dan mufakat
tentu dicari solusi – solusi dalam hal
mendamaikannya dengan kata lain memakai orang budaya timur kita, yang tua
menyayangi yang muda, yang muda menghormati yang tua. Seperti halnya apabila
yang tua yang salah, terimalah salah itu, tentu karna sifatnya yang menyayangi
yang muda, kesalahan itu menjadi ibarat kata dalam melayu tak kenal maka tak sayang, mungkin jadi makin
sayang dia. Tapi jika yang muda yang salah, karena yang tua adalah orang yang
dihormati, cepatlah kita meminta maaf. Tapi kalau memang keduanya tidak bisa
didamaikan, kita laporkan kepada hukum negara. Seperti hukum Pidana dan
Perdata. Kalau tidak mau dileraikan dengan hukum adat, karena salah satu pihak
menganggap ia lah yang benar, ada baiknya menggunakan hukum negara.
MITOS YANG
BERKEMBANG DI MASYARAKAT
Ada mitos yang berkembang di
masyarakat yang mengatakan bahwa kolam yang berada di taman Sri Deli adalah
kolam tempat Putri Hijau mandi. Itu hanyalah mitos belaka, penjelasannya adalah
;
Kolam di sebelah mesjid raya bukan
lah tempat pemandian putri hijau. Cerita Tempat pemandian Putri Hijau berada di
Delitua itulah yang disebut dengan daerah Patumbak. Kalau itu adalah taman
dengan konsep mengikuti gaya daripada bangunan – bangunan Eropa karena disetiap
Istana tidak jauh ada tamannya. Mulanya, kolam ini diberi nama “Deli Khanpak”.
Sulthan Deli tidak suka kata – kata yang kebarat - baratan, jadi beliau
menamainya dengan nama, “Taman Khadidjah”. Sekarang lebih dikenal dengan nama
“Taman Sri Deli”. “Khan” adalah nama marga dari India, “Pak” adalah taman.
PERUBAHAN DAN
PERKEMBANGAN MASYARAKAT MELAYU
Perubahannya yang terjadi pada
masyarakat Melayu di Kota Medan saat ini adalah masyarakat Melayu sekarang
terpinggirkan, artinya masyarakat Melayu tidak lagi masyarakat yang domain.
Perkembangan masyarakat Melayu saat
ini, orang melayu sekarang baru sadar “kenapa kita jadi penonton di negeri kita
sendiri”. Makanya bisa kita lihat 20
tahun perkembangan sekarang dari masa era 90an dampai era 2000an ini muncul lah
pemimpin - pemimpin sebagai kepala - kepala daerah di Melayu Deli yang
merupakan keturunan asli Kesulthanan Deli, seperti yang menjadi tolak ukur
orang Melayu Deli ini, itulah mantan Walikota Medan, Bapak H. Bachtiar Jafar
yang mana dia adalah seorang Purnawirawan yang membentuk Desa Kampung Nelayan.
Selain itu juga dikenal Almarhum Bapak Tengku Rizal Nurdin, sampailah sekarang
Bapak Guberbur, H.T. Erry Nurady, Walikota terpilih, Bapak Zulmy Eldin. Karena
masyarakat rindu kepemimpinan yang meletakkan di atas seluruh kepentingan
pribadi kelompok dan ras, dimana masyarakat Melayu rindu akan kepimpinan
seorang pemimpin yang bisa bijak dan bisa memahami keinginan masyarakat untuk sama2
makmur.
Sekian tulisan ini saya perbuat, semoiga bermanfaat untuk kita semua. hahahaha. AAMIIN. Maaf kalau ada salah - salah kata dan salah - salah pengartian. Karena ini masih tahap awal saya untuk menjadi seorang Antropolog Sejati. hahahaha. AAMIIN