Jumat, 22 Januari 2016

Kesulthanan Melayu Deli

          Hello friends, perkenalkan saya Bayu, lengkapnya Muhammad Bayu Aditya. Saya adalah mahasiswa Departemen Antropologi di Universitas Sumatera Utara. Ini adalah tulisan pertama saya di dunia blogger. hehehehe. Jadi, maaf - maaf kalau bahasanya kurang komunikatif dan berantakan yaaaa. hahahaha. Ini untuk mengisi waktu kosong saya ketika libur semester gini. yaaaa coba - coba aja buat blog. hehehe. Saya ingin berbagi informasi ni bagi friend - friend yang melihat postingan ini.

          Sumatera Utara adalah provinsi yang memiliki bermacam suku, sedikitnya ada 8 suku yang sangat dikenal, diantaranya adalah Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Dairi, Mandailing, Nias, dan Angkola. Batak adalah suku yang kekerabatannya sangat tinggi, makanya tidak sedikit suku - suku yang lain juga dibubuhkan nama "Batak" di depan nama sukunya, contohnya adalah Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing. Lokasi dari tiap suku ini tetap berada di geografisnya, hanya saja nama sukunya saja yang dibubuhkan nama "Batak" di depannya. Seperti yang saya katakan tadi, suku Batak memiliki kekerabatan yang kuat. Namun sekarang saya tidak membahas hal itu, yang saya ingin bahas adalah mengenai suku Melayu di Privinsi Sumatera Utara ini, terutama Suku Melayu Deli.

          Seluruh Kota Medan dahulunya adalah daerah kekuasaan Kerajaan Melayu Deli. Daerah kekuasaan Kerajaan Melayu Deli ini meliputi Seluruh Kota Medan dan Kota Tebing Tinggi, sebagian Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Namun saat ini kebanyakan orang jika mendengar "Kota Medan" pasti yang langsung terlintas di benaknya adalah Suku Batak. Tidak ada yang salah sih dengan asumsi ini, karena pada saat ini Suku Melayu sudah sangat sedikit yang tinggal di Pusat Kota Medan, dan itupun mereka tidak tinggal berkelompok, mereka bertinggal dengan menyebar, dan melebur dengan kelompok lain.

          Kerajaan Melayu Deli memiliki bangunan yang saat ini menjadi ikon Kota Medan, yaitu Istana Maimun. Bangunan ini didirikan oleh Kesulthanan Deli IX, Sulthan Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Saya akan membahas Istana Maimun ini, dan ini adalah hasil penelitian dengan metode wawancara dan pengamatan saya pada saat Tugas Akhir Semester saya kemarin.

          Istana Maimun adalah salah satu bangunan yang berciri khaskan Melayu di Kota Medan. Bangunan ini berlokasikan di Jalan Brig. Jend. Katamso Medan. Istana ini dibangun dengan 2(dua) lantai, yang masing – masing tingkatan lantainya memiliki fungsi masing – masing. Tempat berlangsungnya pemerintahan Kesulthanan berada di lantai atas, sementara lantai bawah Istana digu nakan untuk tempat tinggal para kerabat dan keluarga Istana. Istana ini berada ditengah – tengah tanah datar kira – kira seluas 5 Ha. Sisi sebelah depan Istana adalah lapangan halaman yang luas, yang luasnya mampu menampung banyak orang apabila diselenggarakannya acara – acara. Di sisi sebelah kanan Istana terdapat banyak kios – kios yang menjualkan berbagai pernak pernik dan assesoris yang berkaitan dengan Melayu. Di sisi sebelah kiri Istana terdapat halaman yang menjualkan berbagai macam tanaman. Selain di lantai bawah Istana, sisi belakang Istana juga digunakan sebagai tempat tinggal para keluarga dan kerabat Istana. 

Begitu memasuki lantai atas Istana, pengunjung akan disambut dengan dendangan musik melayu yang dimainkan oleh para pemusik Istana yang duduk di sisi kanan pintu masuk ke dalam Istana, di teras Istana. Banyak pengunjung juga penugnjung yang duduk – duduk di teras Istana ini, sambil bercengkrama dengan pemandu Istana, dan menikmati setiap alunan musik Melayu yang didendangkan. Tak jarang para pengunjung tersenyum ria dan ikut bernyanyi dengan lembut mengikuti alunan lagu Melayu. Sebelum memasuki Istana, para pengunjung diharuskan membayar uang kontribusi sebesar Rp. 5.000,-.  

Setiap pengunjung yang datangnya berkelompok  yang datang berkunjung ke Istana Maimun ini akan disambut oleh seorang pria yang berpakaian rapi yang telah siap untuk memandu para pengunjung Istana. Kebetulan ketika kami melakukan penelitian ini, Pemandu kami adalah Pak Tengku Moharsyah Nazmi Nazmi. Beliau adalah keturunan Kesulthanan Melayu Deli asli yang sampai saat ini masih tinggal di rumah di belakang Istana. Namun saat kami sampai di Istana, Pak Nazmi tidak ada di Istana, beliau masih dalam pekerjaannya yang lain. Dari informasi yang kami dapat, kami bisa menemui Pak Nazmi sekitar 30 menit lagi. Untuk mengisi kekosongan waktu ini, kami melihat – lihat seisi Istana dan mengikuti kelompok – kelompok pengunjung yang berkunjung di Istana.

Ruangan pertama yang akan pengunjung masuki di Istana adalah ruangan yang terdapat  bagan penyebaran wilayah Kesulthanan Melayu Deli, dan 2 buah kursi yang konon katanya kursi tersebut adalah peninggalan para Sulthan – Sulthan Melayu Deli. Dilokasi ini pemandu Istana akan menjelaskan bagaimana penyebaran Kesulthanan Melayu Deli. Setelah dari sini, pemandu Istana akan membawa para pengunjung ke ruangan tengah Istana (Balairoom). Di ruangan tengah Istana ini terdapat foto – foto para Sulthan – Sulthan Kesulthanan Melayu Deli dan Istri Sulthan yang terdahulu sampai yang sekarang. Di balairoom ini pemandu menjelaskan siapa – siapa saja nama dari para Sulthan terdahulu. Disini para pengunjung akan dibawa berdiri di depan foto yang cukup besar, yang foto tersebut merupakan foto dari Sulthan Deli yang sekarang (Sulthan Deli XIV), yaitu Sulthan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam. Disini, penugnjung akan diceritakan oleh pemandu Istana bagaimana saat mangkatnya Sulthan Deli ke XIII, dan saat penobatan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam menjadi seorang Sulthan. Beliau merupakan anak dari Sulthan Deli yang sebelumnya (Sulthan Deli XIII), Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam. Sulthan Deli XIII mangkat pada tahun 2005, dan posisi pemimpin Kesulthanan digantikan oleh anak beliau (Sulthan yang sekarang). Pada saat penobatan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam menjadi Sulthan, beliau masih berumur 8 tahun. Jadi, segala urusan tentang adat diambil alih oleh seorang Pemangku Sulthan Deli XIV, Tengku Hamdi Osman Delikhan Al Haj.

Di sisi utara (kanan) ruang tengah Istana, pengunjung akan melihat Tahta Kesulthanan yang begitu megahnya dengan warna dominan kuning, yang merupakan warna khas dari setiap Melayu yang ada di Dunia. Berjalan lagi ke arah utara Istana ada ruangan yang dahulunya digunakan oleh keluarga Kesulthanan untuk makan keluarga. Saat ini ruangan ini telah digunakan untuk kegiatan ekonomi, menyewakan pakaian adat Melayu dan, menjual pernak – pernik dan assesoris Melayu. Di ruangan ini juga terdapat 2 buah kursi yang konon ceritanya adalah kursi milik Sulthan, namun kursi di ruangan ini para pengunjung diperbolehkan untuk duduk, sambil mengabadikannya dengan kamera mereka.

Di ruang tengah Istana ini para pengunjung juga bisa melihat – lihat pakaian Kesulthanan yang pernah dipakai oleh Sulthan, senjata tradisional Kesulthanan, dan alat – alat musik Kesulthanan. Benda – benda ini diletakkan dengan rapi, diberikan ruangan kaca agar tidak disentuh oleh pengunjung. Jadi, tetap terjaga kondisi dan keaslian benda – benda tersebut.

Diantara ruangan tengah dan ruang makan Istana, jika kita menghadap ke timur, di sebelah kiri dan kanan kita terdapat 2 buah kamar yang dahulunya digunakan oleh Sulthan dan keluarga Kesulthanan untuk beristirahat. Sekarang, ruang kamar tidur Sulthan yang seelah kiri kita sudah dialih fungsikan menjadi ruangan yang menjual pernak – pernik dan assesoris Melayu dan menyewakan pakaian adat Melayu. Di ruangan sebelah kiri juga terdapat ruangan yang dahulunya digunakan oleh Sulthan dan keluarga Kesulthanan untuk beristirahat. Saat ini ruangan ini sangat tertutup, dan pengunjung tidak diperkenankan untuk masuk dan melihat – lihat ruangan ini. Tak jarang ada pengunjung yang datang ke Istana Maimun ini yang  melakukan ritual penghormatan kepada roh – roh di depan ruangan ini. Menurut pemandu Istana, “Istana ini bukanlah bangunan yang sembarangan, makhluk yang ada di Istana saat ini bukanlah hanya makhluk hidup manusia saja, tapi juga berdampingan dengan Makhluk halus, mungkin ada orang – orang yang mampu melihat keberadaan makhluk – makhluk gaib ini, jadi mereka seperti memberikan ritual penghormatan kepada makhluk – makhluk yang tidak kasat mata ini”.

Di belakang Tahta Kesulthanan, saat ini terdapat ruangan yang berisikan papan – papan geser yang berisikan informasi – informasi tentang Kesulthanan dari Sulthan I sampai Sulthan yang sekarang. Tidak hanya itu , disini juga ada informasi mengenai simbol kebesaran dari Kesulthanan Melayu, serta filosofi – filosofinya.

Meskipun lantai atas Istana ini cukup luas, namun tidak semua ruangan dan lokasi dapat dikunjungi oleh pengunjung. Pada sisi ujung – ujung sayap kanan dan sayap kiri Istana ditutup, guna untuk tetap menjaga keprivasian keluarga besar Kesulthanan. Karena pada saat ini lokasi Istana Maimun masih dihuni oleh 30 Kepala keluarga dan kerabat Kesulthanan.

Di dalam Istana, temperatur suhu udara sangatlah sejuk. Jadi, tidak jarang ada pengunjung yang duduk – duduk lesehan di ruang tengah Istana, dan saling bersenda guru. Di depan Tahta Kesulthanan juga tidak sedikit orang yang berfoto menggunakan pakaian yang disewakan oleh pihak Istana. Di depan foto para Sulthan pun banyak orang – orang yang berfoto sendiri maupun berkelompok.

Di sisi sebelah kanan halaman Istana terdapat sebuah bangunan berarsitektur rumah adat Karo yang di dalamnya terdapat meriam puntung. Untuk memasuki ruangan dan melihat meriam puntung ini para pengunjung dikenakan biaya Rp. 3.000,-. Konon ceritanya Meriam ini adalah penjelmaan dari adik Putri Hijau untuk mempertahankan Istana dari serbuan Kerajaan Aceh, karena ditolaknya pinangan Kerajaan Aceh kepada Putri Hijau. Karena terus – terusan menembak, meriam ini menjadi pecah menjadi 2 bagian. Satu bagiannya berada di Kecamatan Barus, dan satunya lagi ada di sisi Istana Maimun.

 Begitu pengunjung membayar uang masuk untuk melihat meriam puntung ini, pengunjung akan dipandu orang pemandu yang berada di sekitaran bangunan ini. Beliau juga menceritakan mitos dari meriam puntung ini, dan menyarankan untuk meletakkan telinga ke dekat lub ang yang ada di meriam yang menurut pemandu ada suara air mengalir di dalam meriam ini. Tak sedikit pengunjung yang menempelkan telinga mereka untuk mendengarkan suara air mengalir di dalam meriam puntung ini. Tepat di depan pecahan meriam puntung ini terdapat semangkuk air yang disediakan oleh pengurus dari meriam puntung ini. Pemandu menjelaskan air ini disediakan karena, pada setiap orang datang yang berkunjung, tidak sedikit dari mereka yang percaya bahwa meriam puntung ini dapat meningkatkan keberuntungan dalam hidup, dan apa – apa yang kita ingingkan jika kita ucapkan dalam hati di depan meriam puntung, pasti akan terkabulkan. Caranya adalah bagi yang Muslim, mereka membasuhkan wajah mereka menggunakan air di mangkuk ini sembari mengucapkan Surah Al-Fatihah, kemudian ucapkan dalam hati apa hal – hal yang diinginkannya, dilanjutkan dengan mengusapkan meriam puntung dengan air dari mangkuk ini. Bagi mereka yang Nasrani caranya hampir sama, bedanya hanya di Surah al kitab yang dibacakan. Dahulu orang – orang yang berkunjung membawa airnya sendiri untuk membasuh wajah dan mengusapkannya ke meriam puntung. Namun sekarang sudah disediakan oleh pengurus, karena ada beberapa pengunjung yang tidak membawa air, namun ingin membasuh meriam puntung ini. 


          Istana Maimun saat ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional. Ini juga turut menarik wisatawan asing untuk melihat peninggalan bersejarah ini. Di lokasi Istana Maimun ini tidak sulit kita temui para turis – turis asing yang datang. Bahkan beberapa dari mereka ada juga yang ikut menyewakan baju adat Melayu yang disediakan oleh pihak Istana. 

          Saat ini Istana Maimun masih menjadi milik Sulthan Deli beserta keluarganya, sebagai ahli waris dari Sulthan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam yaitu Sulthan Deli IX yang membangun Istana. Saat ini pengelolaan, perawatan, dan pemeliharaan Istana dilakukan oleh lembaga berupa Yayasan yang didirikan oleh Kesulthanan. Lembaga tersebut bernama Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid. Nama ini diambil dari nama pendiri Istana Ini, Sulthan Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alam. 

         Terima kasih kepada Bapak Tengku Moharsyah Nazmi yang telah membantu dan memandu kami dalam mengumpulkan informasi mengenai kebudayaan Melayu dan hal – hal yang terkait dengan Budaya Melayu di Kota Medan.

Berikut ini adalah hasil wawancara saya de

      SEJARAH PERSEBARAN MELAYU
Sejarah persebaran melayu dimulai dari terjadinya peperangan yang melibarkan 2(dua) kerajaan, Kerajaan Aceh dan Kerajaan Aru. Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Hisyamuddin berhasil menaklukkan kerajaan Kerajaan Aru yang bertempat di daerah Sungai Lalang ini (sekarang Delitua). Dan pada akhirnya Panglima Hisyamuddin diangkat oleh Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh sebagai wakil Kerajaan Aceh untuk daerah Sumatera Timur yang berkedudukan di sungai Lalang dan beliau diberi gelar “Panglima Gocah Pahlawan”.

Panglima Gocah Pahlawan adalah keturunan dara India, Aceh, dan Karo. Pada generasi sebelumnya, Panglima Gocah Pahlawan memiliki nenek moyang yang disebut dengan Manipuridan yang berasal dari pencampuran India dengan Aceh. Setelah Sultan Deli lahir, beliau menikahi wanita bersukukan karo dari Kedatukan Sunggal / Anak Raja Sunggal yang turun temurun sampai sekarang tersebut sampai sekarang sebagai Kesulthanan Deli. Dari pengasimilasian tersebut makanya didirikannya bangunan seperti rumah adat Karo yang ada di sisi sebelah kanan Istana Maimun sekarang

Melayu yang ada di Kota Medan dikenal dengan “Melayu Deli”. Karena letak geografis Kota Medan sekarang adalah bekas kekuasaan Kerajaan Kesulthanan Deli. Bukti – bukti Kerajaan Melayu Deli, yaitu  Istana Maimun yang merupakan pusat pemerintahan Kesulthanan Deli, Mesjid Raya Medan, taman Srideli, Sejarah Putri Hijau, Meriam Puntung, Naga Sakti.
Berikut ini adalah Sultan Kerajaan Melayu Deli dari masa ke masa :

1.      Tuanku Panglima Gocah Pahlawan
Karena perubahan waktu dan situasi, pada tahun 1632 Kerajaan Aceh menetapkan berdirinya Kerajaan Deli dan disaat itu pula diteteapkannya Panglima Gocah Pahlawan menjadi Raja Deli I dengan gelar Tuanku Panglima Gocah Pahlawan. Beliau mangkat pada tahun 1669.

 2.      Tuanku Panglima Parunggit
Beliau adalah Raja II Kerajaan Deli yang memerintah dari tahun 1669 dan memindahkan pusat Kerajaan dari daerah Sungai Lalang ke daerah padang datar (sekarang Medan). Tuanku Panglima Parunggit mangkat pada tahun 1698 dan diberi gelar “Marhum Kesawan”.

3.      Tuanku Panglima Padrap
Beliau adalah Raja Deli III Kerajaan Deli dan memerintah dari tahun 1698. Beliau memiliki 4(empat) orang putra. Dan juga beliau memindahkan pusat Kerajaan Deli dari padang datar ke daerah Pulo Brayan (sekarang). Beliau mangkat pada tahun 1728.

4.      Tuanku Panglima Pasutan
Beliau adalah Raja Deli ke IV yang memerintah dari tahun 1728 sampai tahun 1761. Beliau memindahkan pusat Kerajaan Deli ke Labuhan Deli serta memberikan gelar “Datuk” untuk memperkokoh kedudukan para kepala – kepala suku yang merupakan penduduk asli Kerajaan Deli. Dan yang lebih dikenal dengan sebutan “Datuk Empat Suku”. Keempat daerah yang memperoleh gelar Datuk adalah :
  • Daerah Sepuluh Dua Kuta (daerah Hamparan Perak dan sekitarnya)
  • Daerah Serbanyaman (Daerah Sunggal dan sekitarnya)
  • Daerah Senembah (Daerah Patumbak, Tanjung Morawa dan sekitarnya)
  • Daerah Sukapiring (Daerah Kampung Baru dan Medan Kota dan sekitarnya)

5.      Tuanku Panglima Gandar Wahid
Beliau adalah Raja Deli V Kerajaan Deli dan memerintah dari tahun 1761. Di bawah kepemimpinan beliau, kedudukan Datuk Emoat Suku semakin kokoh sebagai wakil rakyat. Beliau mangkat pada tahun 1805.

6.      Sulthan Amaluddin Mengedar Alam
Beliau adalah putra ke-3 dari Raja Deli yang sebelumnya, Tuanku Panglima Gandar Wahid. Beliau memerintah dari tahun 1805. Pada masa pemerintahan beliau, Kerajaan Deli lebih mengeratkan hubungan dengan Kerajaan Siak daripada Kerajaan Aceh, hal ini ditandai dengan pemberian gelar “Kesulthanan” kepada Kerajaan Deli. Beliau mangkat pada tahun 1850.

7.      Sulthan Oesman Perkasa Alam
Beliau memerintah dari tahun 1850. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Deli mendapatkan pengesahan dari Kerajaan Aceh bahwasanya Kesulthanan Deli merupakan daerah yang berdiri sendiri, yang ditandai dengan diberikannya Pedang Bawar dan Cap Sembilan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh Kerajaan Siak di Kesulthanan Deli ini. Beliau mangkat ada tahun 1850.

8.      Sulthan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alamsyah
Beliau memerintah dari tahun 1858. Pada masa pemerintahan beliau, Kesulthanan Deli menjalin hubungan dengan Pemerintah Belanda, hal ini ditandai dengan kerjasama pembukaan lahan tembakau di daerah Kesulthanan Deli. Beliau mangkat pada tahun 1873.

9.      Sulthan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah
Beliau dinobatkan menjadi Sulthan saat usia beliau masih muda, dan memerintah dari tahun 1873 sampai tahun 1924. Pada masa pemeririntahan beliau, pedagang tembakau sudah semakin maju dan kemakmuran Kesulthanan Deli mencapai puncaknya. Beliau juga memindahkan Pusat Kesulthanan Deli dari daerah Labuhan Deli ke daerah Medan, dan mendirikan Istana Maimun pada tanggal 26 Agustus 1888, dan diresmikan pda tanggal 18 Mei 1891.

Selain itu, dimasa pemerintahan beiau, beliau juga mendirikan :
  • Mesjid Raya Al-Mashun yang didirikan oada tahun 1906 dan diresmikan pada hari Jum’at 10 September 1909 (25 Sya’ban 1329) 
  •  Pada tahun 1906 beliau membangun sebuah kantor kerapatan Sulthan Ma’mun Al-Rasyid Alamsyah (sekarang bekas kantor Bupati Tingkat II Deli Serdang), dan diresmikan pada tanggal 5 Mei 1913 
  • Beliau juiga banyak membangun fasilitas – fasilitas kepentingan umum lainnya demi kemajuan masyarakat dan juga membangun 2 mesjid di daerah – daerah untuk kepentingan Syiar Agama Islam pada saat itu.

10.  Sulthan Amaluddin Al-Sani Perkasa Alamsyah
Beliau memerintah dari tahun 1924 sampai tahun 1945. Pada masa pemerintahan beliau, hubungan dagang dengan luar negeri dan kerajaan – kerajaan lainnya di nusantara terjalin dengan baik Hal ini ditanai dengan pengembangan pelabuhan laut.

Dengan diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Pemerintahan Kesulthanan Deli mengakui kedaulatan Negara RepublikIndonesia dan kedudukan Sulthan – Sulthan selanjutnya menjadi penguasa tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu Deli.

11.  Sulthan Osman Al-Sani Perkasa Alam
Beliau adalah anak tertua dari Sulthan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah, dan menjadi penguasa Adat dari tahun 1945 sampai 1967.

12.  Sulthan Azmi Perkasa Alam
Beliau menggantikan Ayahandanya, Sulthan Osman Al Sani Perkasa Alam, dan menjadi penguasa Adat dari tahun 1967 sampai tahun 1998.

13.  Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam
Beliau menjadi Penguasa Adat dari tahun 1998 sampai tahun 2005

14.  Sulthan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam
Beliau menjadi penguasa Adat dari tahun 2005 sampai sekarang (sampai tulisan ini dibuat).

      KEKERABATAN MELAYU

Dalam Melayu dikenal yang namanya strata sosial, yang menyebut pemimpinnya itu adalah Sulthan. Disebut Sulthan, karena kalau sudah Sulthan pasti akidah, keyakinan daripada dalam hal yang menyangkut pemerintahannya tentu berazaskan Islam. Di dalam Melayu ini ada tingkatan – tingkatan dalam keluarga Kesulthanan; Pemimpin Kesulhtanan disebut dengan Sulthan; Satu garis di bawah Sulthan ada gelar yang namanya “Tengku”, gelar ini diberikan kepada anak Sulthan baik yang laki – laki maupun yang perempuan; Di bawah Tengku ada gelar yang disebut “Datuk”, Datuk ini adalah gelar yang diperuntukkan kepada cucu Sulthan dan juga bisa diberikan kepada pemuka masyarakat, bisa dibilang lebih kepada sebutan untuk raja yang menguasai sebuah daerah (sekarang seperti bupati dan walikota); Di bawah Datuk ada gelar yang namanya Megat, gelar ini dikhususkan kepada laki – laki; di bawah Megat ada gelar yang namanya Wan, gelar ini bisa ditujukan kepada laki – laki dan perempuan; Di bawah Wan ada gelar yang namanya OK (huruf “o” besar dan “k” besar), yang berarti Orang Kaya; dan yang di bawah sekali ada Ok (huruf “o” besar dan “k” kecil), Orang Kecil, ini seperti penghulu, kepala desa.

“Sulthan” tentu sebagai kepala pemerintahan, seperti Presiden (sekarang). Anak – anak Sulthan diberikan gelar “Tengku” karena ini adalah gelar Kebangsawanan. Juga di gelar “Tengku” ini juga bisa disandingkan dengan nama gelar- gelar yang lain, seperti Tengku Pangeran, Tengku Laksmana, Tengku Raja Muda, dan Tengku Temenggung. “Datuk” adalah gelar yang diperuntukkan kepada Kepala –Kepala Suku yang merupakan penduduk asli Kerajaan Deli di daerah, dalam Kesulthanan Deli ada dikenal “Datuk Empat Suku”, Datuk Sukapiring, Datuk Senembah, Datuk Serbanyaman, dan Datuk Sepuluh Dua Kuta (tugasnya seperti bupati, sekarang). Di bawahnya, ada “Megat”, gelar “Megat” ini diperuntukkan kepada seseorang yang Ibunya adalah seorang bangsawan (bergelar tengku) menikah dengan laki – laki biasa dan melahirkan seorang anak laki - laki, maka anak yang lahir ini bisa diberikan gelar “Megat”. Gelar “Wan” diperuntukkan kepada anak laki – laki dan perempuan yang ibunya merupakan seorang bangsawan (bergelar Tengku) menikahi seorang laki – laki bangsawan yang tidak bergelar “Tengku”, anak yang dilahirkan ini lah berhak menerima gelar “Wan”. OK (“o” besar dan “k” besar) adalah orang – orang kaya, pengusaha, yang berada di suatu kampung, maka bisa diberikan gelar OK oleh Sulthan, karena sang OK ini adalah seorang tokoh masyarakat. Ok (“o” besar dan “k” kecil) adalah orang – orang yang menjadi pemuka di sebuah kampung, seperti penghulu, tuan kadi. Namun Ok zaman sekarang ini sudah sangat jarang ditemui, karena sekarang ini banyak orang yang menggunakan gelar “Ok” mereka diubah menjadi “OK”, dan mereka yang tidak mengerti gelar ini akan menganggap ini hanya sebuah nama.

  

      PEMUKIMAN DAN PERSEBARAN MASYARAKAT MELAYU

Pemukiman masyarakat Melayu Deli ada yang berada Delitua. Delitua adalah tempat berdirinya Kerajaan Aru Baru yang ditaklukkan oleh Kerajaan Aceh. Kemudia, Kerajaan Aceh mendirikan Kerajaan Deli sebagai wakil dari Kerajaan Aceh di Sumatera Timur. Dengan penakluk kerajaan aceh yang dipimpin oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan. Di Delitua inilah beliau bertempat, dan dibuktikan dengan adanya makam beliau di Delitua. Saat ini, tapak makam Raja I Kerajaan Deli berada di Kabupaten Deli Serdang, Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak sesuai dengan lokasi pemerintahan sekarang. Namun lebih dikenal dengan Delitua.

Pemerintahan Sultan I mengarah ke arah utara (Kesawan). Selanjutnya oleh Raja Kerajaan Deli II memindahkan pusat Kerajaan Deli ke daerah Kesawan (sekarang), dan ini juga diperkuat dengan bukti adanya makam Sultan Deli II disana. Kemudian menuju ke Utara lagi, Raja III Kerajan Deli, Tuanku Panglima Padrap memindahkan pusat Kerajaan Deli dari tempat yang sebelumnya di daerah Kesawan ke daerah Pulo Brayan (sekarang) dan disini juga lah Tuanku Panglima Padrap dikebumikan. Kemudian pada masa pemerintahan Raja Kerajaan Deli IV, Tuanku Panglima Pasutan, beliau memindahkan pusat Kerajaan Deli ke arah utara lagi, ke daerah labuhan. Lokasi pusat pemerintahan di labuhan ini berlangsung sampai 5(lima) periode pemerintahan, Raja Deli IV, V, VI, VII, dan VIII, disini pula para Raja/Sulthan Deli tersebut dikebumikan. Pada masa  Kesulthanan Deli IX, Sulthan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam, beliau memindahkan pusat Kesulthanan Deli ke tengah – tengah dari pusat Kerajaan Deli I dan Kesulthanan Deli VIII, yakni di lokasi Istana Maimun sekarang. Dimana Sultan IX membangun istana ini dengan membuat lahan baru (Ibukota kerajaan Baru) sampai sultan Deli yang sekarang.

Setiap pemimpin berpindah – pindah. Jadi, tentu disitu ada masyarakat komunal. Masyarakat – masyarakat Melayu Deli tersebar di beberapa tempat, di labuhan, Percut, Delitua, Sinembah. Penyebaran masyarakat Melayu Deli tentu sebesar wilayah Kesulthanan Deli, disitulah masyarakat bertempat. Karena baik dari budaya, adat, dan adab memakai literatur dari Melayu Deli. Dimana luas Kesulthanan Deli setelah Indonesia Merdeka, menjadi 4 kota dan kabupaten yang masuk dalam Provinsi Sumatera Utara, itu mencakup seluruh Kota Medan, seluruh Kota Tebing Tinggi, sebagian Kabupaten Deli Serdang, Sebagian Kabupaten Serdang Bedagai. Di wilayah Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai sebagiannya adalah wilayah Kesultanan Deli, karena di wilayah tersebut (sekarang menjadi kabupaten) dahulunya Kesulthanan Deli berbagi kekuasaan dengan Kesulthanan Serdang.

          Penyebaran kantong orang Melayu berada di Labuhan dan Percut. Untuk di daerah kota, orang melayu tinggal berpisah – pisah. Orang melayu dikenal dengan orang pesisir, orang pantai Karen bisa dikatakan bahwa orang Melayu kuat hidup apabila dekat dengan laut. Dan juga sampai saat ini Ini kawasan Istana Kesulthanan Deli, Istana Maimun, masih ditempat tinggali oleh 30 keluarga dan kerabat Sulthan yang terdapat di lantai 1(satu) kiri dan kanan Istana, di bawah maupun di belakang Istana Maimun. Perbatasan tempat yang boleh dikunjungi. Di Istana Maimun, ada batas – batas yang boleh dikunjungi dan tidak boleh dikunjungi (privasi) secara kesehairannya oleh pengunjung, yakni halaman Istana, Teras Istana, Balairoom Istana, dan Ruang Makan Istana. Daerah umum itu halaman, teras, balairoom damapai ruang bilik makan dalam. Ruang privasi Istana adalah, di area lantai 1 Istana, kanan kiri dan belakang Istana.

 

      INTERAKSI MASYARAKAT MELAYU DENGAN KELOMPOK LAIN

Ada beberapa semboyan yang dikenal di masyarakat Melayu, dan yang paling terkenal adalah yang dipakai oleh mantan Gubernur Sumatera Utara yang merupakan orang Melayu, yang semboyan itu berbunyikan “Melayu Sahabat Semua Suku” semboyan ini memiliki arti bahwa orang – orang Melayu adalah pribadi yang fleksibel dalam masyarakat, karena mereka dapat menerima dan diterima dalam bermasyarakat. Makanya pada saat ini tidak sulit dijumpai suku – suku pendatang di kawasan yang terdapat banyak orang – orang Melayu 

Di daerah – daerah pusat Kota Medan pun yang menjadi tempat tinggal kaum Melayu kini sudah bercampur baur dengan berbagai elemen masyarakat lain. Seperti di halnya di jalan Amaliun, Jalan Puri, Jalan Halat, Sukaraja, Jalan Mahkamah, dll. Di tempat – tempat ini pula telah terjadi asimilasi masyarakat Melayu dengan suku – suku pendatang.

 

      BAHASA DAN SIMBOL MELAYU DELI
Bahasa melayu deli lebih penekanan pada huruf vokal aiueo dan lebih kepada huruf vokal e. Seperti menanyakan “hendak kemana” (menjadi “nak kemane” dengan vokal e lemah).  Beda dengan daerah Asahan dengan ibukotanya Tanjung Balai yang disebut dengan Kesultanan Asahan yang lebih menekankan pada huruf vokal o menjadi “nak kemano”.

Kerabat sehari – hari menggunakan bahasa melayu yang artinya bahasa melayu ini sangat menjadi bahasa yang secara komunalnya bisa dipahami, yang bisa cepat dimengerti dan bisa menjadi penghubung kata – kata dari beberapa kata – kata apa suatu derah yang sedang tren. Seperti kata “coy” pada orang Medan yang tidak dimengerti oleh orang luar, tapi “kemana coy” digunakan juga di bahasa Melayu dan dapat menjadi penghubung itu. Artinya bahasa orang Melayu Deli ini yang juga terdapat di beberapa daerah ini sangatlah berharga karena bahasa Indonesia sendiri adalah mengambil bahasanya itu dari bahasa Melayu. Kepada masyarakat pun menggunakan Melayu.

Simbol apa yang dimiliki Sulthan Deli dengan simbol kerajaan - kerajaan Melayu di seluruh dunia itu  hampir sama, yang membedakannya adalah dalam hal adat. Karena simbol warna kuning, semua khas Sulthan - Sulthan Melayu, menggunakan warna kuning. Kemudian seperti simbol tepak, tepak sirih juga dimana - mana Kesulthanan Melayu memiliki tepak sirih. Tepak sirih ini sebagai wadah pada adat perkawinan untuk memberikan sambutan selamat datang, yang artinya dalam tepak ini ada makanan yang bermacam – macam yang bisa dimakan. Yang membedakannya hanya adatnya karena setiap Kesulthanan memiliki adat masing - masing. Seperti balay, merinjis (tepung tawar). Yang membedakannya hanya adatnya. Misalnya adat pengangkatan Tengku menjadi Sultan Deli, berbeda dengan adat pada acara lain. Misalnya Sulthan Deli meninggal, berbeda dengan adat - adat Kesulthanan Deli yang lain. Contoh, apabila berkabung di Melayu Deli, para penduduk Istana dan masyarakat Deli menggunakan kain hitam - hitam seperti sarung, tidak boleh kain bertabur (songket), baju hitam - hitam dengan peci dengan lis putih. Perempuan dengan pakaian hitam - hitam dengan jilbab putih. Berbeda dengan adat Kesultanan Deli yang lain, seperti Kesultanan Serdang. Apabila Kesulthanan Serdang berkabung, Masyarakat yang terkait menggunakan pakaian putih - putih, baju putih celana putih, dengan kain sarung hitam, peci hitam bercampur putih, begitu juga dengan adat.

 

      PEKERJAAN MASYARAKAT MELAYU

Masyarakat Melayu identik dengan daerah pesisir, yang berartikan pekerjaan mereka adalah nelayan. Dalam perkembangan – perkembangan masa zamannya seperti di daerah Pada masa Sulthan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah menjabat sebagai Sulthan Deli, Kesulthanan Deli menjalin hubungan dengan Pemerintah Belanda untuk bekerjasama dalam pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan Deli. Tembakau ini lah yang lebih dikenal dengan Tembakau Deli, yang terdapat di Polonia, Sampali, Percut. Karena penyebaran daerah tembakau ini mulai dari sungai Percut Sei Tuan sampai dengan sungai Wampu. Tapi seiring perkembangan zaman, orang Melayu Deli sendiri tidak terpatri hanya sebatas sebagai pencarian di laut dan didataran, di kebun. Sekarang orang Melayu Deli ada yang bekerja di bidang birokrasi, di bidang pendidikan, dll. Sekarang tergantung kepada bagaimana orang melayu berperan  di tengah – tengah masyarakatnya dalam hal berkembang profesinya untuk mendapatkan rezekinya.

 

      SISTEM PERALATAN HIDUP DAN TEKNOLOGI MASYARAKAT MELAYU

Dalam hal peralatan hidup Kesulthanan Deli, karena ada masyarakat Kesulthanan ada yang hidup di daerah pesisir, tentu peralatan - peralatan seperti apa yang dibutuhan seorang nelayan, pasti itu mereka miliki dengan keterampilannya. Apabila dikaitkan dengan teknologi, dimana orang Melayu juga hampir sama dengan orang Bugis. Karena orang Bugis itu dikenal daerah bagian timurnya itu dengan melaut, begitu juga dengan orang melayu yang sangat pandai membaca navigasi, arah angin.  Seperti halnya dahulu, dalam hal navigasi laut dan segala macam, orang Melayu sangat piawai dengan melaut. Pada masa itu mungkin mereka bisa melihat arah angin, matahari dan bulan yang ditentukan dengan navigasi mereka, bisa menentukan dengan kecepatan yang dibutuhkan untuk sampai tujuan. Kalau zaman sekarang tentu orang - orang melaut sudah bisa menggunakan teknologi, tinggal tekan sudah bisa dapat informasi dimana lokasi yang banyak ikan. Kalau dulu mungkin disentuhnya terlebih dahulu air itu, baru mereka bisa tau dimana ada banyak ikan.

 

      KEAGAMAAN MASYARAKAT MELAYU

Orang melayu identik dengan Islam yang fanatik. Makanya apabila ada pertanyaan “Orang apa?”, apa bila yang ditanya menjawab “Orang Melayu”, jadi tidak perlu ditanya lagi agamanya apa, adatnya apa, pasti lebih ke Islam. Apabila ada orang melayu yang keluar dari islam, itu bisa disejajarkan dengan “Murtad”. Karena melayu berasal dari islam. Kalau sudah keluar dari itu, sesuai dengan hukum firaidnya, kewarisannya di Islam, dia tidak bisa menerima haknya, dan secara otomatis, gelar apapun yang disandangnya, termasuk apabila ia menyandang gelar “Tengku”, itu secara hakekatnya menghilang. Namun secara hanya sekedar pakai namanya saja,tidak masalah. Karena orang melayu identik dengan Islam. Malah pada zaman dulu itu orang Islam itu disebut dengan orang Melayu. Karena sanking besarnya makna yang tekandung ini jadi sebuah jati diri melayu ini.

Diantara ruang tengah dan ruang makan Istana terdapat 2(dua) buah kamar yang dahulunya digunakan oleh Sulthan untuk beristirahat. Saat ini tidak jarang kita temui ada orang – orang yang seperti melakukan hal – hal ritual untuk menghormati sesuatu disana. Berikut penjelasannya ; Istana Maimun dalam kawasan ini bukan lah daerah main - main. Kalau secara kasat mata memang kita tidak melihat ada apa2, gersang. Tapi secara ghaib, karena ghaib tidak bisa dilepaskan dari orang Islam, sesuai dengan Rukun Iman yang salah satunya adalah Iman kepada Alam Ghaib. Dimana memang orang – orang yang memiliki indra keenam, orang – orang yang bisa merasakan sesuatu hal – hal yang tidak bisa dirasakan orang – orang biasa, bisa jadi ia bisa melihat sesuatu (lokasinya adalah di kamar di sebelah kiri dekat dengan ruang makan Istana,yang isinya adalah barang – barang). Tapi artinya memang wilayah ini adalah wilayah yang sakral. Karena ini adalah daerah tempat pilihan.

 

      PERKAWINAN KESULTANAN MELAYU DELI

Dalam sebuah perkawinan pada adat Melayu, ada 1(satu) yang dilihat, dengan melihat bibit, bebet, dan bobotnya. Memang secara daripada orang melayu menilai akan baiklah jika kita melihat siapa yang akan menjadi bagian keluarga kita. Artinya dalam kasta – kasta yang dikenal seperti dalam belahan dunia lain seperti India, kalau dalam melayu ini hanya beberapa mungkin bermasalah pada bibit, bebet, dan bobot. Contohnya Sulthan Deli yang menikah dengan seorang bangsawan, anak yang dilahirkan nantinya disebut dengan “Anak Graha”. Anak Graha ini adalah anak yang terlahir dari rahim istri seorang Sulthan dari kaum bangsawan yang disebut darah biru. Tetapi ada satu sisi, dimana ia tidak serta merta bisa menjadi Sulthan berikutnya. Karena lebih dikedepankan kepada adab. Kenapa adab, karena ada yang lebih tua lagi bukan dari ibu seorang anak bangsawan yang terlahirkan tapi tidak  bisa lepas dari darah Sulthan Deli. Karena adabnya dia lebih tua, berarti dia yang lebih dilihat bibit bebet bobotnya untuk menjadi sultan yang berikutnya. Dalam hal perkawinan orang melayu ada yang seperti itu, inilah yang membuat populasi masyarakat melayu tidak seperti masyarakat lain seperti suku – suku lain. Tetapi sekarang masyarakat melayu sudah berbaur, arti berbaur itu tidak lagi mengacu kepada orang melayu harus menikah dengan orang melayu. Kalau zaman dulu itu penyebabnya salah satu faktornya adalah agar harta tidak jatuh ke orang lain. Sekarang tidak bisa lagi diterapkan yang seperti itu karena zaman sudah berubah. Kalau sesama melayu menikah, karena memandang harta yang sudah banyak, ia akan malas bekerja. Ini yang menjadi perubahan pemikiran masyarakat melayu sekarang banyak orang melayu yang menikah dengan masyarakat. Seperti batak, aceh, karo, minang, dan juga kepada orang – orang pendatang  yang bukan dari nusantara kita, Arab, Cina, India, dll. Jadi bisa dibilang dia ada seperti perubahan pada pola pikir orang melayu. Seperti halnya Sulthan Deli XIII yang mana ayah dari Sultan Deli yang sekarang, dimana Sultan Deli XII ini  memperistri orang bangsawan Makassar anak dari Kerajaan Bone.


      ACARA SETIAP TAHUN KESULTANAN MELAYU DELI

Acara – acara yang berlangsung oleh Kesulthanan Deli sampai saat ini yang paling pasti diselenggarakan itu adalah “Junjung Duli”, yang biasa dikenal dengan open house. Dimana acara Junjung Duli ini diselenggarakan selesai Sholat Id Iduk Fitri maupun Idul Adha. Sulthan Deli dan keluarga akan menerima masyarakat dan keluarganya untuk saling memberikan Selamat Hari Raya dan saling maaf – memaafkan. Ada juga acara yang tidak tiap tahun dilaksanakan tetapi juga harus dilaksanaakan seperti acara “Hari Keputraan” atau yang lebih dikenal dengan hari ulang tahun. Namun, acara ini hanya dikhususkan untuk ulang tahun Sulthan. Ada juga yang disebut Majelis Emberian Darjah Gelar Adat. Ini adalah acara adat dimana Sulthan Deli memberikan gelar kepada masyarakat yang memiliki sumbangsih materil, moril untuk melayu, untuk kota medan, sumut, bahkan sekarang utnuk RI. Dimana gelar – gelar itu diberikan Sulthan untuk laki – laki adalah Pangeran atau Datuk, kalau perempuan adalah Datin. Ada juga acara yang namanya Majelis Bersanding, ini adalah acara perkawinan yang bisa diselenggarakan oleh Sulthan dan keluarganya, acara perkawinan.



      PENANGGUNGJAWAB ISTANA

Istana maimun sampai saat ini masih milik Sulthan Deli beserta keluarga besarnya daripada ahli waris Sulthan Ma’moen Al-Rasyid Perkasa Alam yaitu Sulthan Deli IX yang membangun Istana. Tentu dalam hal kelembagaan keluarga besar ini kedudukan yang paling atas adalah Sultan Deli, karena beliau adalah Sulthan, yang berarti pemimpin dari seluruh masyarakat Melayu. Tetapi karena Istana Maimun mengikuti zaman dan masanya, sekarang ini Istana menjadi objek wisata. Istana tidak hanya beralih fungsi menjadi objek wisata, tapi juga masih tetap menjadi tempat tinggal, dan pusat pemerintahan Kesulthanan Melayu Deli. Istana maimun sebagai bangunan bersejarah yang memiliki nilai – nilai daripada literatur – literatur yang bisa disebut bangunan cagar budaya. Istana ini sekarang  dikelola, dirawat, dan dilestrarikan oleh Sulthan beserta keluarga dengan membentuk sebuah wadah yang disebut Yayasan yang bernama Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid. Nama ini diambil dari nama Sulthan Deli yang membangun Istana Maimun. Artinya dalam hal perawatan, pemeliharan, dan pengelolaan, sebagai cagar budaya, Istana ini dikelola oleh Yayaasan. Tentu juga Yayasan ini menjadi kepanjangan tangan daripada warga Kesulthanan Deli di Istana Maimun. Karena Istana Maimun juga menjadi bangunan objek wisata, sekarang ini di Pemerintah Kota sekarang ada disebut dinas pariwisata, dalam hal cagar budaya BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya), dan ke 2nya adalah lembaga pemerintah. Yang menjadi hubungannya kepada Istana dimana yang menjalankannya adalah yayasan. Jadi yayasan ini bekerja sama dengan yang tersebut.
 
      PERSELISIHAN YANG TERJADI PADA MASYARAKAT MELAYU

Pada masyarakat Melayu apabila terjadi perselisihan antar sesama orang dan marysarakat, mereka mengedepankan hukum adat untuk menyelesaikan permasalahannya. Yang mana hukum adat ini menjadi bahagian daripada yang terkandung dari nilai etika, norma - norma, yang menjadi ketentuan – ketentuan untuk menyelesaikan sesuatu permasalahan – permasalahan.  Jadi dalam hal ini jika terjadi permasalahan, keputusan – keputusan itu diambil pada hukum adat tersebut. Sebagai contoh ada sebuah perselisihan, dalam perselisihan itu tentu menggunakan hukum adat, kita tidak bisa menyalahi dari kedua pihak yang berselisih ini sebelum mengetahui apa yang menjadi sebab permasalahan itu. Karna memang orang Indonesia, timur, kita lebih mengenal musyawarah dan mufakat, dari hukum adat tersebut yang juga terdapat musyawarah dan mufakat tentu  dicari solusi – solusi dalam hal mendamaikannya dengan kata lain memakai orang budaya timur kita, yang tua menyayangi yang muda, yang muda menghormati yang tua. Seperti halnya apabila yang tua yang salah, terimalah salah itu, tentu karna sifatnya yang menyayangi yang muda, kesalahan itu menjadi ibarat kata dalam melayu  tak kenal maka tak sayang, mungkin jadi makin sayang dia. Tapi jika yang muda yang salah, karena yang tua adalah orang yang dihormati, cepatlah kita meminta maaf. Tapi kalau memang keduanya tidak bisa didamaikan, kita laporkan kepada hukum negara. Seperti hukum Pidana dan Perdata. Kalau tidak mau dileraikan dengan hukum adat, karena salah satu pihak menganggap ia lah yang benar, ada baiknya menggunakan hukum negara.
 MITOS YANG BERKEMBANG DI MASYARAKAT

Ada mitos yang berkembang di masyarakat yang mengatakan bahwa kolam yang berada di taman Sri Deli adalah kolam tempat Putri Hijau mandi. Itu hanyalah mitos belaka, penjelasannya adalah ;
Kolam di sebelah mesjid raya bukan lah tempat pemandian putri hijau. Cerita Tempat pemandian Putri Hijau berada di Delitua itulah yang disebut dengan daerah Patumbak. Kalau itu adalah taman dengan konsep mengikuti gaya daripada bangunan – bangunan Eropa karena disetiap Istana tidak jauh ada tamannya. Mulanya, kolam ini diberi nama “Deli Khanpak”. Sulthan Deli tidak suka kata – kata yang kebarat - baratan, jadi beliau menamainya dengan nama, “Taman Khadidjah”. Sekarang lebih dikenal dengan nama “Taman Sri Deli”. “Khan” adalah nama marga dari India, “Pak” adalah taman.

 

      PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT MELAYU

Perubahannya yang terjadi pada masyarakat Melayu di Kota Medan saat ini adalah masyarakat Melayu sekarang terpinggirkan, artinya masyarakat Melayu tidak lagi masyarakat yang domain.
Perkembangan masyarakat Melayu saat ini, orang melayu sekarang baru sadar “kenapa kita jadi penonton di negeri kita sendiri”. Makanya bisa  kita lihat 20 tahun perkembangan sekarang dari masa era 90an dampai era 2000an ini muncul lah pemimpin - pemimpin sebagai kepala - kepala daerah di Melayu Deli yang merupakan keturunan asli Kesulthanan Deli, seperti yang menjadi tolak ukur orang Melayu Deli ini, itulah mantan Walikota Medan, Bapak H. Bachtiar Jafar yang mana dia adalah seorang Purnawirawan yang membentuk Desa Kampung Nelayan. Selain itu juga dikenal Almarhum Bapak Tengku Rizal Nurdin, sampailah sekarang Bapak Guberbur, H.T. Erry Nurady, Walikota terpilih, Bapak Zulmy Eldin. Karena masyarakat rindu kepemimpinan yang meletakkan di atas seluruh kepentingan pribadi kelompok dan ras, dimana masyarakat Melayu rindu akan kepimpinan seorang pemimpin yang bisa bijak dan bisa memahami keinginan masyarakat untuk sama2 makmur.

Sekian tulisan ini saya perbuat, semoiga bermanfaat untuk kita semua. hahahaha. AAMIIN. Maaf kalau ada salah - salah kata dan salah - salah pengartian. Karena ini masih tahap awal saya untuk menjadi seorang Antropolog Sejati. hahahaha. AAMIIN